Bordir
Sumatera Barat sangat terkenal dengan bordirannya, terutama pada mukena, jilbab, baju kurung, baju koko, dan lain-lain. Bukittinggi adalah sentra industri border di wilayah ini. Bordiran daerah ini telah dipasarkan di berbagai daerah Indonesia umumnya, Jakarta khususnya, terutama di Pasar Tanah Abang.
Yang paling dikenal yaitu Bordir Kerancang halus khas Bukittinggi adalah bordiran halus dengan “lubang lubang” yang terbentuk dari jalinan benang bordir. Lubang-lubang inilah yang disebut dengan kerancang. Pembuatan kerancang ini adalah suatu proses yang rumit serta menyita waktu. Seorang pembordir harus memperhitungkan “tarikan” benang ke kain ( bahan dasar ). Apabila tarikan benang terlalu tegang, maka kain disekitar kerancang akan “mengkerut”. Apabila tarikan benang kurang tegang, maka jalinan kerancang akan tidak “padat” dan “rapat”, serta mudah putus karena ketegangan benang bordir tidak sama.
Karena kerumitan pembuatan bordir kerancang halus khas Bukittinggi ini, maka disebut orang bukan sekedar bordiran biasa, tapi sebagai karya seni (piece of art), yang sangat layak pakai dan bisa juga digunakan sebagai hiasan rumah.
Sulaman
Sulaman sebagai salah satu hasil kerajinan tangan Minang sudah diakui dan diminati di negara ini dan bahkan sampai keluar negeri. Setiap orang yang datang ke Sumatera Barat memimpikan bisa membawa pulang buah tangan berupa kain sulaman. Mulai dari hiasan dinding, taplak meja, sampul bantal, sendal, jilbab, mukenah dan berbagai jenis dan motif pakaian muslim/muslimah.
Diantara sekian banyak jenis sulaman di Sumatera Barat, masih bisa kita temukan sulaman tradisional Ampek Angkek, sebuah kecamatan di Kota Bukittinggi. Sulaman ini merupakan sulaman tradisional yang dibawa masuk ke Ampek Angkek pada era 1880-an oleh pedagang arab bernama Khadijah dan Maryam. Slaman ini kemudian diajarkan pada masyarakat setempat.
Tak seperti sulaman lainnya, sulaman Ampek Angkek tidak bisa dilakukan dengan mesin, karena rumitnya motif yang dibutuhkan. Hal tersebut telah diakui oleh pemerintah Jepang di Istana Gubernur yang menawarkan bantuan teknologi untuk membuat sulaman ini. Bahkan Jepang 'menyerah, akibat belum ada teknologi mesin yang mampu menggantikan kerja manusia pembuat sulaman.
Tenunan Pandai Sikek
Pandai Sikek adalah daerah pengrajin tenunan buatan tangan di Sumatera Barat. Benang katun dan emas ditenun dengan tangan di atas alat yang disebut panta, menghasilkan kain balapak atau kain bacatua yang dipakai Pai Baralek, yaitu pada pesta perkawinan dan pada setiap upacara adat. Dengan kata-kata adat Minangkabau diabadikan dalam nama-nama motifnya, dahulunya kain tenun ini merupakan pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti.
Kepandaian menenun masyarakat daerah Pandai Sikek terus dikembangkan turun temurun hingga saat ini. Motif-motif tenunan ratusan tahun lalu tetap diperthankan pembutanya hingga sekarang, sehingga membuat tenunan daerah ini sangat diminati oleh berbagai kalangan dalam dan luar negeri, walaupun harganya relatif mahal.
Produk kerajinan tenun songket Pandai Sikek tidak hanya terbatas pada berbagai macam pakaian seperti baju kurung dan destar, tetapi juga berbagai kelengkapan upacara adat dan perkawinan, seperti: kodek songket, saruang balapak, saruang batabua, selendang songket atau selendang batabua tingkuluak tanduak (tutup kepala wanita), dan sesamping (perlengkapan penghulu).
Songket Pandai Sikek jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai kesakralan tercermin dari pada pemakaiannya yang pada umumnya hanya digunakan pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan dan batagak gala (penobatan penghulu). Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah tenun songket yang bagus.
Tenunan Silungkang
Selain Pandai Sikek, Silungkang juga dikenal sebagai penghasil tenunan songket yang bagus. Tenunan Silungkang mempunyai kelebihan pada motif. Keistimewaan lain terdapat pada ragamny dan tentu saja karena masih buatan tangan (hand-made). Ada songket ikat, songket batabua, penuh, benang dua, dan songket selendang lebar. Keunikan itulah yang membuat songket Silungkang diminati pembeli dari Malaysia dan Singapura.
Kemahiran menenun ini tetap di pertahankan di Silungkang turun-temurun dan dewasa ini pengrajin tenun Songket Silungkang tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau kain saja. Akan tetapi, sudah merambah ke produk jenis lain, seperti: gambar dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi, bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja (“hemd”), tussor (bahan tenun diagonal), dan taplak meja polos. (Sumber: culture.melayuonline.com)
Pada tahun 1910 Songket Silungkang telah berkiprah di gelanggang Internasional pada Pekan Raya Ekonomi yang berlangsung di Brussel ibukota Belgia. Yang mendemonstrasikan cara bertenun pada waktu itu yaitu Ande BAENSAH dari Kampung Malayu, dan dikala itu hanya dua daerah penghasil Songket dari Indonesia yang ikut didalam Pekan Raya Ekonomi tersebut yaitu Silungkang dan Bali (Sumber: Tabloid Suara Silungkang – Edisi Kelima November 2007).
Kerajinan Perak & Songket Koto Gadang
Selain alam yang indah dan tatanan adat yang unik, Koto Gadang terkenal dengan karya seninya yang variatif. Jika Anda berkunjung ke ranah Minang, ini bias dilihat dari pelaminan masyarakat setempat, selain ukiran kayu dan kain songket, aksesoris emas dan perak selalu dipakai kedua mempelai.
Konon, Koto Gadang merupakan pusat budayawan dan sastrawan. Tokoh Pers Roehana Koeddoes, politikus dan tokoh pergerakan Haji Agus Salim, ahli ekonomi dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dan seniman lukis Oesman Effendi.
Tak heran jika kerajinan peraknya pun memiliki brand image yang mendunia sejak 1911. Perhiasan, aksesori pakaian, pajangan hingga miniatur rumah Minang yang terbuat dari perak, tersedia di sini dengan bahan yang lebih halus dari buatan Jawa.
Keunikan lainnya, Perak Koto Gudang warnanya tidak mengkilat dalam nuansa putih susu yang elegan. Sangat sesuai jika diseragamkan pakaian songket untuk acara resmi terutama pernikahan.
Selain kerajinan perak, songket dan sulaman merupakan karya seni lain yang berasal dari Koto Gadang dan merupakan songket tenunan tangan terhalus di dunia. Motif songket dan sulaman yang berasal dari Koto Gadang memang terlihat lebih indah dan cerdas.
Batik Tanah Liek
Sejak lama, Tanah Minang atau Sumatra Barat terkenal dengan bordir dan sulamannya. Namun, sesungguhnya Tanah Minang masih menyimpan satu jenis kain yang tidak kalah indahnya. Kain itu dikenal dengan sebutan ”batik tanah liek”.
Kalau dilihat sekilas, batik tanah liek tidak jauh berbeda dengan batik umumnya. Misalnya, batik Solo. Warna dasar batik kebanyakan berwarna cokelat. Motifnya pun agak mirip. Namun, batik tanah liek punya keunikan tersendiri.
”Tanah liek dalam bahasa Minang (Padang) berarti tanah liat. Jadi, batik tanah liek artinya batik tanah liat. Tanah liat di sini digunakan sebagai media perendam. Prosesnya, kain yang telah dilukis oleh malam (lilin), biasanya direndam dahulu dalam cairan pewarna. Gunanya untuk menghasilkan warna yang kita inginkan. Setelah kering, kain dicelup ke dalam air panas untuk menghilangkan lilinnya. Nah, dalam pembuatan batik tanah liek, cairan pewarna untuk merendam kain adalah larutan air dari tanah liat. Biasanya proses perendaman dengan air tanah liat ini berlangsung selama seminggu. Hasilnya, kain batik memiliki warna dasar cokelat tanah. Itulah bedanya.
Sebenarnya, motif batik tanah liek mirip dengan batik umumnya. Misalnya, ada yang mirip dengan motif batik pesisir. Motifnya burung hong, udang, dan tanaman.
Sumatra Barat, daerah yang masih menghasilkan batik ada di Kota Painan, Dharmasraya, Bukit Tinggi, dan Solok. Dahulu, batik tanah hanya dipakai oleh para datuk untuk upacara khusus. Para datuk memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum perempuan menyampirkan selendang itu di bahu. Caranya, ujung kain pertama dililit dua kali di bahu kiri. Ujung lainnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan. Kini, batik tanah liek bisa dipakai oleh siapa saja.
Sumatera Barat sangat terkenal dengan bordirannya, terutama pada mukena, jilbab, baju kurung, baju koko, dan lain-lain. Bukittinggi adalah sentra industri border di wilayah ini. Bordiran daerah ini telah dipasarkan di berbagai daerah Indonesia umumnya, Jakarta khususnya, terutama di Pasar Tanah Abang.
Yang paling dikenal yaitu Bordir Kerancang halus khas Bukittinggi adalah bordiran halus dengan “lubang lubang” yang terbentuk dari jalinan benang bordir. Lubang-lubang inilah yang disebut dengan kerancang. Pembuatan kerancang ini adalah suatu proses yang rumit serta menyita waktu. Seorang pembordir harus memperhitungkan “tarikan” benang ke kain ( bahan dasar ). Apabila tarikan benang terlalu tegang, maka kain disekitar kerancang akan “mengkerut”. Apabila tarikan benang kurang tegang, maka jalinan kerancang akan tidak “padat” dan “rapat”, serta mudah putus karena ketegangan benang bordir tidak sama.
Karena kerumitan pembuatan bordir kerancang halus khas Bukittinggi ini, maka disebut orang bukan sekedar bordiran biasa, tapi sebagai karya seni (piece of art), yang sangat layak pakai dan bisa juga digunakan sebagai hiasan rumah.
Sulaman
Sulaman sebagai salah satu hasil kerajinan tangan Minang sudah diakui dan diminati di negara ini dan bahkan sampai keluar negeri. Setiap orang yang datang ke Sumatera Barat memimpikan bisa membawa pulang buah tangan berupa kain sulaman. Mulai dari hiasan dinding, taplak meja, sampul bantal, sendal, jilbab, mukenah dan berbagai jenis dan motif pakaian muslim/muslimah.
Diantara sekian banyak jenis sulaman di Sumatera Barat, masih bisa kita temukan sulaman tradisional Ampek Angkek, sebuah kecamatan di Kota Bukittinggi. Sulaman ini merupakan sulaman tradisional yang dibawa masuk ke Ampek Angkek pada era 1880-an oleh pedagang arab bernama Khadijah dan Maryam. Slaman ini kemudian diajarkan pada masyarakat setempat.
Tak seperti sulaman lainnya, sulaman Ampek Angkek tidak bisa dilakukan dengan mesin, karena rumitnya motif yang dibutuhkan. Hal tersebut telah diakui oleh pemerintah Jepang di Istana Gubernur yang menawarkan bantuan teknologi untuk membuat sulaman ini. Bahkan Jepang 'menyerah, akibat belum ada teknologi mesin yang mampu menggantikan kerja manusia pembuat sulaman.
Tenunan Pandai Sikek
Pandai Sikek adalah daerah pengrajin tenunan buatan tangan di Sumatera Barat. Benang katun dan emas ditenun dengan tangan di atas alat yang disebut panta, menghasilkan kain balapak atau kain bacatua yang dipakai Pai Baralek, yaitu pada pesta perkawinan dan pada setiap upacara adat. Dengan kata-kata adat Minangkabau diabadikan dalam nama-nama motifnya, dahulunya kain tenun ini merupakan pakaian raja-raja, datuk-datuk dan puti-puti.
Kepandaian menenun masyarakat daerah Pandai Sikek terus dikembangkan turun temurun hingga saat ini. Motif-motif tenunan ratusan tahun lalu tetap diperthankan pembutanya hingga sekarang, sehingga membuat tenunan daerah ini sangat diminati oleh berbagai kalangan dalam dan luar negeri, walaupun harganya relatif mahal.
Produk kerajinan tenun songket Pandai Sikek tidak hanya terbatas pada berbagai macam pakaian seperti baju kurung dan destar, tetapi juga berbagai kelengkapan upacara adat dan perkawinan, seperti: kodek songket, saruang balapak, saruang batabua, selendang songket atau selendang batabua tingkuluak tanduak (tutup kepala wanita), dan sesamping (perlengkapan penghulu).
Songket Pandai Sikek jika dicermati, di dalamnya mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain: kesakralan, keindahan (seni), ketekunan, ketelitian, dan kesabaran.
Nilai kesakralan tercermin dari pada pemakaiannya yang pada umumnya hanya digunakan pada peristiwa-peristiwa atau kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan upacara, seperti perkawinan dan batagak gala (penobatan penghulu). Nilai keindahan tercermin dari motif ragam hiasnya yang dibuat sedemikian rupa, sehingga memancarkan keindahan. Sedangkan, nilai ketekunan, ketelitian, dan kesabaran tercermin dari proses pembuatannya yang memerlukan ketekunan, ketelitian, dan kesabaran karena tanpa itu tidak mungkin untuk menghasilkan sebuah tenun songket yang bagus.
Tenunan Silungkang
Selain Pandai Sikek, Silungkang juga dikenal sebagai penghasil tenunan songket yang bagus. Tenunan Silungkang mempunyai kelebihan pada motif. Keistimewaan lain terdapat pada ragamny dan tentu saja karena masih buatan tangan (hand-made). Ada songket ikat, songket batabua, penuh, benang dua, dan songket selendang lebar. Keunikan itulah yang membuat songket Silungkang diminati pembeli dari Malaysia dan Singapura.
Kemahiran menenun ini tetap di pertahankan di Silungkang turun-temurun dan dewasa ini pengrajin tenun Songket Silungkang tidak hanya memproduksi satu jenis songket tertentu, seperti sarung dan atau kain saja. Akan tetapi, sudah merambah ke produk jenis lain, seperti: gambar dinding, taplak meja, permadani bergambar, baju wanita, sprey, baju kursi, bantal permadani, selendang, serber, kain lap dapur, sapu tangan, bahan kemeja (“hemd”), tussor (bahan tenun diagonal), dan taplak meja polos. (Sumber: culture.melayuonline.com)
Pada tahun 1910 Songket Silungkang telah berkiprah di gelanggang Internasional pada Pekan Raya Ekonomi yang berlangsung di Brussel ibukota Belgia. Yang mendemonstrasikan cara bertenun pada waktu itu yaitu Ande BAENSAH dari Kampung Malayu, dan dikala itu hanya dua daerah penghasil Songket dari Indonesia yang ikut didalam Pekan Raya Ekonomi tersebut yaitu Silungkang dan Bali (Sumber: Tabloid Suara Silungkang – Edisi Kelima November 2007).
Kerajinan Perak & Songket Koto Gadang
Selain alam yang indah dan tatanan adat yang unik, Koto Gadang terkenal dengan karya seninya yang variatif. Jika Anda berkunjung ke ranah Minang, ini bias dilihat dari pelaminan masyarakat setempat, selain ukiran kayu dan kain songket, aksesoris emas dan perak selalu dipakai kedua mempelai.
Konon, Koto Gadang merupakan pusat budayawan dan sastrawan. Tokoh Pers Roehana Koeddoes, politikus dan tokoh pergerakan Haji Agus Salim, ahli ekonomi dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dan seniman lukis Oesman Effendi.
Tak heran jika kerajinan peraknya pun memiliki brand image yang mendunia sejak 1911. Perhiasan, aksesori pakaian, pajangan hingga miniatur rumah Minang yang terbuat dari perak, tersedia di sini dengan bahan yang lebih halus dari buatan Jawa.
Keunikan lainnya, Perak Koto Gudang warnanya tidak mengkilat dalam nuansa putih susu yang elegan. Sangat sesuai jika diseragamkan pakaian songket untuk acara resmi terutama pernikahan.
Selain kerajinan perak, songket dan sulaman merupakan karya seni lain yang berasal dari Koto Gadang dan merupakan songket tenunan tangan terhalus di dunia. Motif songket dan sulaman yang berasal dari Koto Gadang memang terlihat lebih indah dan cerdas.
Batik Tanah Liek
Sejak lama, Tanah Minang atau Sumatra Barat terkenal dengan bordir dan sulamannya. Namun, sesungguhnya Tanah Minang masih menyimpan satu jenis kain yang tidak kalah indahnya. Kain itu dikenal dengan sebutan ”batik tanah liek”.
Kalau dilihat sekilas, batik tanah liek tidak jauh berbeda dengan batik umumnya. Misalnya, batik Solo. Warna dasar batik kebanyakan berwarna cokelat. Motifnya pun agak mirip. Namun, batik tanah liek punya keunikan tersendiri.
”Tanah liek dalam bahasa Minang (Padang) berarti tanah liat. Jadi, batik tanah liek artinya batik tanah liat. Tanah liat di sini digunakan sebagai media perendam. Prosesnya, kain yang telah dilukis oleh malam (lilin), biasanya direndam dahulu dalam cairan pewarna. Gunanya untuk menghasilkan warna yang kita inginkan. Setelah kering, kain dicelup ke dalam air panas untuk menghilangkan lilinnya. Nah, dalam pembuatan batik tanah liek, cairan pewarna untuk merendam kain adalah larutan air dari tanah liat. Biasanya proses perendaman dengan air tanah liat ini berlangsung selama seminggu. Hasilnya, kain batik memiliki warna dasar cokelat tanah. Itulah bedanya.
Sebenarnya, motif batik tanah liek mirip dengan batik umumnya. Misalnya, ada yang mirip dengan motif batik pesisir. Motifnya burung hong, udang, dan tanaman.
Sumatra Barat, daerah yang masih menghasilkan batik ada di Kota Painan, Dharmasraya, Bukit Tinggi, dan Solok. Dahulu, batik tanah hanya dipakai oleh para datuk untuk upacara khusus. Para datuk memakainya dalam bentuk selendang yang dilingkarkan pada leher. Sedangkan kaum perempuan menyampirkan selendang itu di bahu. Caranya, ujung kain pertama dililit dua kali di bahu kiri. Ujung lainnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan. Kini, batik tanah liek bisa dipakai oleh siapa saja.
1 Comments:
Mengingat Sulaman Sumbar termasuk warisan budaya indonesia, mohon dilengkapi semaksimal mungkin seperti sulaman kepalo same, suji cair dan renda bangku
Post a Comment
Silakan isi komentar anda di bawah ini