Minangkabau Minangkabau ~ MALALA TOUR INDONESIA

FACEBOOK

Photobucket

Monday, July 13, 2009

Minangkabau

Suku Minangkabau
(English is below)

Suku Minangkabau atau Minang (seringkali disebut Orang Padang) adalah suku yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat. Suku ini terkenal karena adatnya yang matrilineal. Saat ini 4 juta orang Minang tinggal di Sumatera Barat, sementara sekitar 3 juta orang menyebar di kota-kota besar dan kecil Indonesia dan SemenanjungMalaya.

(The Minangkabau ethnic group (also known as Minang or Padang) is indigenous to the highlands of West Sumatra, in Indonesia. Their culture is matrilineal, with property and land passing down from mother to daughter, while religious and political affairs are the province of men (although some women also play important roles in these areas). Today 4 million Minangs live in West Sumatra, while about 3 million more are scattered throughout many Indonesian and Malay peninsula cities and towns.)

Orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam yang disandingkan dengan adat mereka “Adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah” (Adat bersendikan hukum, hukum bersendikan Al Qur'an) sehingga menjadikan cerminan adat Minang yang berlandaskan Islam. Adat Minangkabau berasal dari kepercayaan animism sebelum kedatangan Islam, dan sisa-sisa kepercayaan animism itu masih terdapat dalam kehidupan masyarakatnya.

(The Minangkabau are strongly Islamic, but also follow their ethnic traditions, or adat. The Minangkabau adat was derived from animistic beliefs before the arrival of Islam, and remnants of animistic beliefs still exist even among some practicing Muslims. The present relationship between Islam and adat is described in the saying "tradition [adat] founded upon Islamic law, Islamic law founded upon the Qur'an" (adat basandi syara', syara' basandi Kitabullah).

Suku Minang terutama menonjol dalam bidang pendidikan dan perdagangan. Lebih dari separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini yang populer dengan sebutan masakan Padang, sangatlah digemari. Yang paling unik dari restoran Padang adalah cara penyajian pelayan dalam menghidangkan makanan.

(Minang people are leading Indonesian ethnical group on education and trading. More than half of Minang’s are overseas merchants spreading in Indonesian archipelago. Generally, they live on many big cities such as Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, and Surabaya. Outside Indonesia, most of them live in Malaysia (especially Negeri Sembilan) and Singapore. Beside trading, overseas Minang’s generally run culinary business such as restaurant. Minang’s restaurant is really popular in Indonesia and even abroad for its delicious. A special unique thing of Minang’s/Padang restaurant is the way of waiter on providing food.)


Etimologi/Etymology
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang (menang) dan kabau (kerbau). Nama itu berasal dari sebuah legenda. Konon pada abad ke-13, kerajaan Majapahit melakukan ekspedisi ke Minangkabau. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat lokal mengusulkan untuk mengadu kerbau Minang dengan kerbau Jawa. Pasukan Majapahit menyetujui usul tersebut dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif. Sedangkan masyarakat Minang menyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu mencari kerbau Jawa dan langsung mencabik-cabik perutnya, karena menyangka kerbau tersebut adalah induknya yang hendak menyusui. Kecemerlangan masyarakat Minang tersebutlah yang menjadi inspirasi nama Minangkabau.

(The name Minangkabau is thought to be a conjunction of two words, minang ("victorious") and kabau ("buffalo"). There is a legend that the name is derived from a territorial dispute between the Minangkabau and a neighbouring prince. To avoid a battle, the local people proposed a fight to the death between two water buffalo to settle the dispute. The prince agreed and produced the largest, meanest, most aggressive buffalo. The Minangkabau produced a hungry baby buffalo with its small horns ground to be as sharp as knives. Seeing the adult buffalo across the field, the baby ran forward, hoping for milk. The big buffalo saw no threat in the baby buffalo and paid no attention to it, looking around for a worthy opponent. But when the baby thrust his head under the big bull's belly, looking for an udder, the sharpened horns punctured and killed the bull, and the Minangkabau won the contest and the dispute.)

Namun dari beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama Minangkabau sudah ada jauh sebelum peristiwa adu kerbau itu terjadi, dimana istilah yang lebih tepat sebelumnya adalah "Minangkabwa", "Minangakamwa", "Minangatamwan" dan "Phinangkabhu". Istilah Minangakamwa atau Minangkamba berarti Minang (sungai) Kembar yang merujuk pada dua sungai Kampar yaitu Kampar Kiri dan Sungai Kampar Kanan. sedangkan istilah Minangatamwan yang merujuk kepada Sungai Kampar memang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit dimana disitu disebutkan bahwa Pendiri Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang melakukan migrasi massal dari hulu Sungai Kampar (Minangatamwan) yang terletak di sekitar daerah Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

(However, other resources stated that Minangkabau have already existed long before “the buffalo fight”; it derived from word “Minangkabwa”, “Minangakamwa”, “Minangatamwan” dan “Phinangkabhu”. The term Minangakamwa or Minangkamba means that Minang (river) Kamba (twin) refer to Kampar Kiri and Kampar Kanan rivers. While the Minangatamwan refer to Kampar river as stated on Kedudukan Bukit epigraph that “the founding of Sriwijaya Kingdom named Dapunta Hyang migrating to Minangatamwan surrounding Limapuluh Kota, West Sumatra.)

History
Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda), yang berbahasa Austronesia, yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan (Taiwan) ke pulau Sumatera sekitar 500 tahun sebelum masehi. Bahasa Minang termasuk rumpun bahasa Austronesia, dan dekat sekali dengan bahasa Melayu, namun bagaimana sejarah terpisahnya kedua bahasa tersebut oleh nenek moyang tidak diketahui dengan tepat.

(People who spoke Austronesian languages first arrived in Sumatra around 500 BCE, as part of the Austronesian expansion from Taiwan to Southeast Asia. The Minangkabau language is a member of the Austronesian language family, and is closest to the Malay language, though when the two languages split from a common ancestor and the precise historical relationship between Malay and Minangkabau culture is not known.)

Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar atau Minangkamwa (Minangatamwan) hingga tiba di dataran tinggi Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku Minang menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.

(The community probably firstly entered the Eastern of Sumatra, tracing along Kampar River or Minangkamwa (Minangatamwan) to the three highlands area called Luhak nan Tigo. From the highlands, Minangkabau people spreaded to west coastal (pasisie) of Sumatra, lying from Barus in the north to Kerinci in the south.)

Adityawarman, seorang penganut Budha Tantrayana dari kerajaan Majapahit, di Jawa, diyakini sebagai pendiri kerajaan Minangkabau daratan di Pagaruyung dan memerintah antara 1347 dan 1375.

(Adityawarman, a follower of Tantric Buddhism with ties to the Majapahit kingdoms of Java, is believed to have founded a kingdom in the Minangkabau highlands at Pagaruyung and ruled between 1347 and 1375.)

0 Comments:

Post a Comment

Silakan isi komentar anda di bawah ini

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More